Membuka akun sosial media, facebook, atau whatsapp group, banyak sekali informasi yang mengabarkan sedang sakit. Masalahnya, yang sakit tidak hanya satu orang dalam satu keluarga. Ada yang dua, tiga, bahkan keseluruhan keluarga. Beberapa chat pribadi juga ada yang berkabar seperti itu.
Sedih, pasti. Dan saya juga mengalami kecemasan! Apalagi, sempat mendengar selentingan, bahwa pandemi, seperti covid-19 akan muncul lagi, dengan kondisi yang lebih dahsyat dari sebelumnya. Duh yaa Allah, semoga itu hanya kabar burung. Tidak benar-benar terjadi yaaa. Cukup di akhir 2019 - 2022 saja, dan jangan terulang.
Sebagai orang yang sudah pernah merasakan sakitnya terserang Covid-19, jelas saya cemas. Ketakutan, dan berharap penuh, agar negeri ini tidak lagi disambangi oleh wabah satu ini. Dengan demikian, kami juga tidak akan terkena penyakit yang mengerikan itu lagi.
Masih terbayang dengan jelas, bagaimana seluruh tubuh ini, dari ujung kaki hingga ujung kepala terasa pada sakit dan ngilu. Panas tinggi, lemas, batuk berdahak, gemetar, daaan sakit kepala luar biasa. Jangan ditanya deh kayak apa sakitnya, lebih dari sakit-sakit kepala sebelumnya. Juga sesak napas!
Foto-Foto saat karantina Covid-19 di Asrama haji Surabaya 2021 |
Saat itu, terkadang saya pasrah jika harus pergi selamanya. Saya merasa tidak kuat dengan sakitnya. Namun kemudian, saya tersentak kembali, karena sadar, ada dua anak kecil yang masih sangat membutuhkan ibunya. Dalam kondisi itu, saya akan langsung memohon kepada Allah agar nyawa saya dan suami jangan dulu dicabut. Saya harus bertahan. Itu memberi saya kekuatan untuk terus makan meskipun tidak selera. Pengecapan yang tanpa rasa, tanpa bau, memudahkan saya untuk menelan meskipun hanya nasi dengan kuah ayam rebus tanpa bumbu. Demi anak anak, saya paksakan makan meskipun hanya dua sendok, yang kemudian mual-mual, batuk, dan muntah. Begitu selama berhari-hari (start dari 25 Juni - 20 Juli 2021). Tapi saya tetap paksakan makan.
Saat itu adalah musim Covid varian delta yang yang konon katanya lebih ganas dari sebelumnya. Sebentar-sebentar, tersiar berita kematian, juga suara mobil ambulan yang bolak-balik lewat, meresahkan.
Kemudian, saya berdoa, jangan pernah lagi yaa Allah, mengalami sakit yang seperti itu.
Sayangnya, pada 20 Januari 2024, saya kembali merasakan sakit kepala yang luar biasa. Dan itu berlangsung selama semingguan. Obat dari puskesmas tidak berpengaruh besar untuk kesembuhan. Hanya bertahan dua harian, sakit kepala saya kembali kambuh.
Sebenarnya, saya memang memiliki riwayat sakit kepala sejak kecil. Dalam sebulannya pasti saja kambuh yang kalau dipakai buat sujud sholat sakitnya luar biasa. Setiap kambuh bisa tiga hari sampai semingguan, disertai suhu badan yang meningkat.
Saya belum benar-benar pulih ketika di awal tahun itu, pada 28 Januari 2024, suami juga sambat, dan ambruk. Akhirnya bedrest selama 4 harian. Di hari kelima, dia sudah memaksakan diri, masuk kerja meskipun belum benar-benar sehat. Pekerjaannya menanti, tidak bisa ditinggal lagi. Juga khawatir, teman seperjuangannya di tempat kerja, ikutan sakit jika dia tidak segera masuk, karena tenaga diforsir terus. Akhirnya suamipun tetap masuk kerja, meskipun masih sambat terasa nggeliyeng.
Selasa siang, 06 Februari 2024, anak sulung yang tiba-tiba sambat kepala pusing. Dan tumben mau tidur siang. Ternyata dia sudah merasakan tidak enak badan. malamnya demam tinggi. Keesokannya tidak sekolah, karena lemas, muntah, batuk. Sakitnya sama semua.
Rabu pagi, 07 Februari 2024, saya tiba-tiba merasa sakit perut. Saat itu saya baru saja meminum obat batuk cair yang dibeli suami di sebuah apotik, karena saya batuk sudah seminggu lebih, dan dahak susah keluar, terasa mengendap di dada. Sangat mengganggu, karena napas juga terasa berat. Akhirnya saya nekat minta dibelikan obat. Sayangnya, setelah itu tubuh saya terasa menggigil. Dingin luar biasa. Saya meminta suami menyelimuti dengan banyak selimut, kemudian ditumpuki bantal, guling, boneka bulu. Namun saya tetap merasakan dingin luar biasa.
Malamnya, saya merasakan sakit persis seperti waktu kena covid-19. Semua gejala covid saya rasakan kembali, kecuali di indera pengecap. Jika saat covid-19, perasa dan bau saya hilang, kali ini saya masih bisa merasakan pahit dan asam di mulut. Juga, sakitnya sedikit lebih ringan. Tidak separah waktu covid-19. Mungkin perbandingannya, jika waktu covid 19, sakitnya 100%, maka kali ini adalah 80%.
Kami bertiga belum sembuh. Kamis, 08 Februari 2024, ibu mertua juga ikut ambruk. Duh… padahal tadinya berharap beliau bakal bisa membantu kami, minimal masak nasi, atau merebus jagung. Ternyata ikut sakit juga.
Tinggallah anak bungsu (4 tahun) yang bermain balok edukasi sendirian di depan televisi. Jika bosan dia menghidupkan televisi atau laptop. Sekali dua pinjam hape emaknya. Dia satu-satunya yang bisa dimintai tolong untuk mengambilkan piring, sendok, minum, buang sampah, dan beberapa keperluan lain, yang sekiranya dia bisa.
Sayangnya, di Sabtu pagi, 10 Februari 2024, saat saya bangun tidur, saya merasakan ada yang berbeda dengan si bungsu. Saat saya raba kening dan badannya, ternyata dia juga panas. Mulai batuk dan tidak mau makan sama sekali.
Kami kembali sakit bersama-sama. Dalam hati mempertanyakan, "apakah covid benar-benar datang kembali?"
Sehari dua hari di awal, suami tetap masuk kerja. Namun kemudian saya benar-benar merasa tidak sanggup dengan dua anak yang sakit, bolak balik minta pipis, sementara saya juga kesulitan berdiri karena lemas, gemetar dan sakit kepala yang tidak ringan, akhirnya suami kembali meminta izin untuk libur, dan merawat keluarga yang sakit.
Tanggal 12 Februari 2024, kami akhirnya ke klinik semua, karena tanggal 14 Februari sudah pemilu. Suami terlanjur terdaftar sebagai panitia kpps, tidak bisa mundur. Sehari semalam suami tidak pulang. Untungnya dia sudah menyediakan banyak buah, nasi, dan lauk dari beli. Ya, selama sakit kami tidak pernah masak. Boro-boro masak, bisa berdiri dan jalan ke kamar mandi saja sudah sangat bersyukur, walaupun setiap kali kembali ke kamar berasa mau kehabisan napas.
Tanggal 16 Februari, kami kembali ke klinik, karena anak bungsu tidak membaik. Panas tetap tinggi, muntah, batuk, lemas, dan sama sekali tidak mau makan. Dia juga mimisan. Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Alhasil, dokter di klinik menyarankan membawanya ke RSIA. Cek lab.
Benar, akhirnya dia menjalani rawat inap karena dinyatakan DBD. Selama dua hari dua malam anak bungsu dirawat. Beruntung anak Sulung sudah mulai mau makan dan beraktivitas, meskipun belum benar-benar pulih. Saya sendiri masih nggeliyeng, batuk, gemetar dan lemas. Begitu juga dengan Ibu mertua saya. Dan ini masih berlangsung hingga semingguan kemudian.
Ugh… panjang banget curhatku Maak.
Buat Mak Emak semua dan keluarga, sehat-sehat selalu yaaa… jaga kesehatan. Salam sehat.
Emoticon