Sejak awal kemunculannya, COVID-19 sudah terasa sangat menakutkan bagi saya. Bahkan terkadang saya tidak bisa tidur jika sedang down memikirkan kematian-kematian para korban covid-19. Lalu ikut kepikiran, "bagaimana jika saya terkena covid dan mati?"
"Anak-anak kami bagaimana, siapa yang akan membelanya jika dia dibully anak-anak lain, saat berada di luar rumah?"
Sejauh itu saya berpikir. Iyah, saya paling takut kalau anak-anak kami kena bully. Pengalaman masa kecil yang kenyang akan bully/perundungan, membuat saya selalu mencemaskan anak-anak kami. Naudzubillahi mindzaalik, semoga anak-anak kita semua senantiasa dilindungi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dari kejahatan apapun ya Mak.
Soal makan dan pendidikan anak-anak, saya tidak seberapa merisaukan, karena saya yakin, Uti dan saudara-saudara ayahnya, juga orang tua dan adikku, pasti akan ikut memikirkan mereka.
Sebagai orang yang kenyang dengan bully sewaktu masih kecil dulu, sudah pasti saya merisaukan pergaulan anak-anak kami ke depannya kelak. Apa lagi berita kasus anak saling bully seringkali terdengar/terlihat sangat menakutkan di sosial media maupun televisi. Sereeem.
Dimulai Dari, Berhenti Menjadi Ojek Online
Ketika awal Covid-19 masuk Indonesia, suami saya masih bekerja sebagai ojek online. Sedangkan saya hanya seorang ibu rumah tangga yang nyambi menulis di blog, sambil menerima job postingan di instagram, dan sosial media lainnya. Alhamdulillah gabungan penghasilan kami selalu cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Kemudian PSBB diberlakukan pada awal 2020. Ojek online dibatasi, tidak boleh membawa manusia. Alhamdulillah suami masih bisa mendapat orderan makanan, sehingga jajan anak dan asap dapur masih bisa diselamatkan.
Kemudian Ramadan tiba. Ojek online suami langsung sepi total. Jika biasanya masih bisa peroleh Rp. 15.000 - 50.000 dengan orderan makanan, sejak Ramadhan tiba dalam sehari belum tentu mendapat pelanggan meskipun hanya satu. Sedih? Pasti! Tetapi yakin Allah pasti akan memberi rezeki dari pintu lainnya. Alhamdulillah, rejeki kami masih terus berdatangan.
Apalagi, setelah itu ada yang menawari suami partime mengirimkan barang di suatu ekspedisi. Perekonomian kami kembali pulih. Ditambah pendapatan suami lebih baik dibanding sewaktu masih menjadi ojek online.
Saya yang rajin apply job online juga lumayan membantu untuk mencukupi semua kebutuhan rumah tangga kami. Bahkan terkadang untuk membantu saudara atau teman yang kesulitan, meskipun sedikit.
COVID-19 Varian Baru
Tahun 2021, saya mengira pasien yang terjangkiti covid akan semakin berkurang, dan segera habis. Bahkan kami sudah mulai berani keluar rumah dengan mengajak anak-anak untuk bermain di taman terdekat.
Namun, berita yang saya saksikan di televisi justru sangat mencengangkan. Ada COVID varian baru, dan disebut-sebut lebih ganas dibanding virus yang sebelumnya. Duh apa lagi ini?
Kronologi Positif Covid-19
Awalnya, ibu mertua yang merasakan tidak enak badan. Beliau setiap hari memakai jaket dan banyak tiduran di atas ranjangnya. Seingat saya sudah 2x bumer ketemu dokter namun belum ada tanda-tanda kesembuhan. Saya pun curiga beliau terpapar covid-19, namun tidak berani bersuara, apalagi menyarankan agar melakukan test swab. Di daerah kami saat itu covid-19, seperti sesuatu sangat mengerikan, sehingga harus dirahasiakan. Kalau bisa jangan sampai terdeteksi. Alhasil kami semua diam, mungkin yang lain juga sama kayak saya, hanya menduga-duga dalam hati.
Sekitar semingguan bumer (Ibu Mertua) mengalami itu.
Hingga tanggal 25 Juni 2021, anak sulung kami (4,7 tahun) seperti hari-hari biasanya, bermain dan mendorong-dorong meja kursi, membawa galon dan perabot dapur ke depan. Bermain kemah-kemahan dengan mengeluarkan semua bantal dari kamar. Mengeluarkan makanan dan minuman, roti, biskuit, dan sebagainya. Diikuti sama si kecil. Namun sekali dua, anak itu mendekati saya dan menempelkan badannya ke tubuh saya. Saya yang kurang peka hanya berkata, "Kakak sanalah, Bunda kerja dulu," lalu dia pergi bermain lagi.
Sampai sekitar pukul 10:00, saat kami sedang menonton televisi, saat anak sulung dan bungsu anteng di depan televisi, saya pindah duduk di kursi, berniat kembali mengetik novel untuk saya posting online di platform, tiba-tiba anak Sulung kembali mendekati, duduk di lantai depan saya, dan menempelkan pipinya ke kaki saya.
"Kakak kenapa?" Saya mulai curiga, "sini,"
Saat itu juga feeling saya tidak enak. Ini anak berbeda dari biasanya. Saya angkat tubuhnya agar berdiri, tetapi dia justru meletakkan kepalanya di pangkuan saya. Benar saja, begitu saya sentuh, keningnya kulitnya terasa panas.
"Bobok aja yuk," ajak saya, dalam hati merasa bersalah, anak sakit, malah saya usir setiap nempel-nempel. Dia mengangguk. Ini berbeda dari biasanya yang selalu menolak setiap kali diajak tidur siang. Hari itu dia patuh, dan langsung pulas saat tidur sambil saya peluk. Adeknya yang baru berusia 2,2 tahun saya biarkan di depan televisi sendirian. Anak itu anteng, kalau bermain tidak membahayakan seperti kakaknya.
Saat Si Sulung sudah terlelap, Si Bungsu juga ikut masuk kamar, minta nenen. Ternyata suhu badan dia juga panas. Fix, dua anak kami demam.
Tidak lama kemudian, saya juga merasakan kulit saya berkali-kali merinding. Saya mulai kedinginan, dan kulit juga terasa panas. Badan mulai terasa pada sakit. Saya pun tiduran, dan hanya bangun ketika waktu sholat tiba.
Pukul 14:30an suami pulang dari mengirim barang paketan. Mengeluh tidak enak badan. Namun ia masih sempatkan diri untuk beberes rumah bekas mainan anak-anak. Lalu minta dikerokin.
"Gantian ya," tawar saya, karena saya juga merasakan tubuh rasanya tidak enak sekali. Usai dikerokin suami langsung meringkuk dan selimutan. Tidak sanggup lagi untuk gantian ngerokin saya. Selain badan pada sakit, suhu badan panas dan merasa kedinginan, kepala juga pusing dan mual. Sama persis dengan yang saya rasakan saat itu.
Ditambah paha dan kaki saya juga ikut pada sakit dan pegal. Sakit kepala juga mulai terasa menyiksa, benar-benar sakit seluruhnya. Napas saya juga mulai terasa sesak. Malamnya kami semua juga mengalami diare. komplit sudah penderitaan.
Fix kami berempat juga ikut ambruk menyusul ibu mertua. Dengan kondisi dan gejala COVID-19
*Batuk berdahak.
*Pusing/sakit kepala luar biasa
*Mual dan muntah
*Demam
*Mencret-mencret (ini cuma beberapa hari di awal)
*Lemas
*Gemetar
*Sesak napas
*Badan terasa sakit semua, terutama bagian paha, kaki, pinggul.
*Mulut pahit
*Penciuman dan Rasa hilang
Masih mending suami bisa tidur nyenyak karena anak-anak tidak ada yang mau sama dia. Sedangkan saya, si bungsu minta nenen sepanjang malam tanpa stop sama sekali. Si Akak teriak-teriak sambil menendang-nendang tidak jelas. Membuat emosi saya memuncak. Dan hal ini berlangsung selama 3 malam pertama. Membuat kondisi saya semakin drop karena kurang istirahat dan makan.
Iya, Sodara, kami kekurangan makan. Sebab apa? Go food di Gresik kebanyakan penyetan ayam, bakso, nasi goreng, fried chicken, mie ayam. Kalau dalam kondisi sehat sih itu enak-enak aja ya. Kami kondisi tidak sehat, makan aja maksaa banget nelannya, karena katanya kuncinya adalah tetap harus makan meskipun gak doyan.
Sering, pagi jam 10 ada penjual bakso lewat, nanti ketemu makanan lagi setelah maghrib atau isya. Karena kami semua sakit, tidak ada yang bisa belanja dan memasak. Go Food juga harus hemat karena keuangan kami ada di titik darurat. Duh pokoknya ujian bangeet. Berat.
Suami tidak mau saat kupinta menghubungi satgas, juga menolak ketika saya pinta menghubungi tetangga yang barangkali mau dipintai tolong ngirim lauk setiap hari, dengan diganti uang.
Saya benar-benar tumbang saat itu. Menangis terus kepada Allah agar tidak mencabut selembar nyawa ini.
Sedih hati tiap tahu ada kenalan, teman, sahabat, saudara yang terpapar covid, apalagi sekeluarga dengan anak masih kecil. Walau tidak mengalami, aku bisa rasakan gimana perasaanmu mbak. Semoga sekarang sudah sehat semua ya, jika masih ada yang belum pulih betul, semoga lekas membaik.
ReplyDeleteSemoga pandemi ini segera pergi tanpa sisa. Semua orang sehat, bisa bekerja lagi, rejeki banyak menghampiri, dan kehidupan berjalan dengan baik lagi. Aamiin.
Wah, cobaan mbak sekeluarga terjangkit positif covid-19 ini memang harus diterima dengan lapang dada ya. Turut prihatin, peluk jauh :) Pengalaman seperti ini selaluuuu membuat kita masih bersyukur karena diperhatikan oleh Allah ya mbak. Iya, kemarin2 tuh ojol ga boleh mengangkut manusia, paling makanan aja yang itupun jarang :) Semoga mbak dan keluarga kini semakin sehat dan bahagia ya aamiin.
ReplyDeleteWah, cobaan mbak sekeluarga terjangkit positif covid-19 ini memang harus diterima dengan lapang dada ya. Turut prihatin, peluk jauh :) Pengalaman seperti ini selaluuuu membuat kita masih bersyukur karena diperhatikan oleh Allah ya mbak. Iya, kemarin2 tuh ojol ga boleh mengangkut manusia, paling makanan aja yang itupun jarang :) Semoga mbak dan keluarga kini semakin sehat dan bahagia ya aamiin.
ReplyDeleteMbak...sampai begitu kondisinya, kenapa ga minta bantuan...Ya Allah, jadi penasaran sama lanjutan ceritanya. Semoga kini sudah sehat semua ya
ReplyDeleteaku langsung baca part 2 nya. alhamdulillah sudah disembuhkan dan badai cobaan covid sudah berlalu. jadi pengalaman berharga untuk dikenang. semoga sehat selalu buat mba ida sekeluarga.
ReplyDeletememang, penting banget untuk memberi tahu tetangga atau orang lain saat terpapar covid. ga enak takut heboh dan merepotkan pasti ada. namun jika sama sekali tidak berkabar dikhawatirkan kondisi memburuk dan bantuan terlambat datang. bersyukur akhirnya banyak orang baik yang membantu ya mba :)
Duh mbak, terenyuh aku kalo baca atau denger teman² yg kena covid sekeluarga. Memang sebenarnya tetangga pun harus tau atau sodara² yg lain, supaya bisa nolongin untuk nganterin atau nyediakan keperluan kita selama isoman.
ReplyDeleteYa Allah, Mbak. Harusnya sih hubungi satgas karena sekeluarga kena gitu. Dan minimal lapor ke RT, jadi nanti tanpa diminta bantuan, biasanya pak RT yang akan mengakomodir bantuan dari para tetangga.
ReplyDeleteItu yang terjadi di daerah saya. Jadi, pas ada keluarga terdampak, kami saling bahu membahu membantu.
Semoga Mba Ida dan keluarga sehat, dan cepet pulih ya.
Temen kantorku ada yang 1 bulan dia baru sehat pasca terkena covid.
Jadi ingat di bulan Juli lalu keluarga besar saya semuanya kena covid. Suasananya memang menegangkan. Alhamdulillah udah sembuh ya, Mbak. Ditunggu part ke-2nya
ReplyDeleteI feel you mba. Membayangkan sekeluarga terpapar covid dan berjuang sendirian pasti terasa sangat berat ya mba. Semoga bisa melalui semuanya ya mba. Anak-anak dan suami juga pulih kembali, sehat seperti sedia kala. Amin.
ReplyDeletePaling sedih kalau anak kecil kena covid :(
ReplyDeleteAlhamdulillah semua udah dilalui ya mbak dengan baik
Eh knp pd awalnya suaminya gak mau minta tolong org lain mbak? Huhu untungnya gak terlambat ya? Kyknya sempet liat postingan mbak Ida di RS buat karantina ya?
Ya sudah yang lalu biarlah berlalu, insyaAllah akan ada pelajaran yg diambil, semoga selanjutnya kita semua sehat aamiin
Ya Allah Kebayang bagaimana sulitnya saat mengalaminya ya mbak
ReplyDeleteberuntung jika semua sudah membaik
semoga sehat selalu
ditunggu cerita part 2 nya
Alhamdulillah mba Ida sekarang udah sehat semua ya. Memang saat itu suasananya mencekam. Di sekitar rumah aja ada beberapa KK yang kena covid varian delta.
ReplyDeleteTapi di tempat kami, mereka lapor ke RT. Nanti kami bantuin dengan membelikan sembako dan uang. Kalo membantu masakan takutnya nanti gak cocok karena selera kan gak sama. Obat2an juga dibantu dari puskesmas
Ya Allah Mbak ikut sedih bacanya memang sulit banget pas sekeluarga terkena ya harus tetap menyediakan makanan bergizi padahal nggak bisa keluar rumah untuk berbelanja.
ReplyDeleteKak Idaaa...
ReplyDeleteSyafakumullah... Semoga Allah beri jalan keluar yang terbaik di balik kesulitan yang bertubi-tubi. Pasti berat dan rasanya sedih sekali.
Kangen blog kak Ida, ternyata sedang diuji sakit.
Subhanallahu.
Au ngerasain kayak gitu. Meski gak yang parah amat, makanya aku selalu ngeh kalo ada yang isoman tuh ya dikirimkan makanan. Sebab kadang emang gak ada yang peduli juga sih. Tetap semangat ya Mba. Sehat semua ya
ReplyDeleteAda teman2 blogger, ada teman2 FLP kenapa gak cerita. Dzolim kalau kami enggak membantu. Semoga menjadi pelajaran bagi kami ke depan jika mendengar teman dalam kesusahan. Semangat!
ReplyDeleteAstagfirullah, mendengar ceritanya bikin saya merinding Mba. Juni kemarin juga keluarga mertua juga kena Covid termasuk dengan suami juga. Alhamdulillah saya dan anak-anak masih sehat. Kalo ingat moment itu rasanya rasanya bener-bener deh jangan sampai terulang. Mba juga sehat-sehat ya bersama dengan kkeluarga. Semoga Allah Azza Wa Jalla selalu melindungi.
ReplyDeleteSubhanallah, Mbak. Sebenarnya gak pa pa lho minta bantuan tetangga. Juni yang lalu kami juga isoman. Tapi karena hanya suami yg drop jadi saya masih bisa masak dll. Sebelum isoman pun saya sudah feeling lgs nyetok2 sayuran gitu. Semoga Mbak Ida kuat ya. Sabar dan jangan sampai terinfeksi lagi. Amiin.
ReplyDeleteAlhamdulillah sekarang sudah sehat ya mbak. Pengalaman yang luar biasa nih mbak kena covid sekeluarga. Kayak tetanggaku serumah kena covid juga
ReplyDeleteYa Allah.. aku ikut sedih baca kisahmu ini mba. Kebayang gimana ya rasanya, ketika badan aja ga karu-karuan dan tumbang ga bisa ngapa-ngapain, tapi ga ada yang nolong.
ReplyDeleteya Allah, mbak. untung nggak apa-apa ya dan sudah sehat sekarang kondisinya. memang kalau sampai 1 keluarga kena covid itu pasti berat banget apalagi kalau nggak ada yang tahu bisa-bisa nggak ada yang nolong
ReplyDeleteBaca pengantarmu aku jadi ingat temanku yang jadi sopir ojol Mbak. Mobil dia. Awalnya hasilnya bagus jadi dia jual rumahnya untuk beli mobil. Mereka kontrak rumah, Pandemi benar2 berat bagi mereka dan sering ga ada sama sekali.
ReplyDeleteDia sempat kena tapi alhamdulillah bisa jaga jarak dengan istrinya karena tau komorbit istrinya akan sangat mengancam nyawa.
Jadi ingat kisah kami sekeluarga saat berjuang melawan Covid-19.
ReplyDeleteBtw, tanggal kita terpapar hampir sama lho, ya.
Suami di swab antigen dan terkonfirmasi positif 25 Juni 2001.
Aku dan Yasmin menyusul swab di 27 Juni 2021.
Aku juga membagikan pengalaman isoman di rumah di blog, Mak.
Monggo search dengan kata kunci 'covid-19' ya
ya Allah mbak idaa. turut sedih membaca kisah mbak ida terpapar covid. mungkin jadi pengalaman untuk yang belum pernah terpapar, jangan takut dicap ini itu oleh warga, syukur kita masih sanggup bertahan dengan paparan covid, bagaimana jika , naudzubillah.
ReplyDelete