Di hari pertama sakit (POSITIF COVID-19), yang saya pikirkan adalah makan anak-anak (DUO NIM), terutama Si Sulung, yang dalam keadaan sehat saja dia jarang sekali mau makan. Malam itu dia minta makan ayam kripik (fried chicken), saya pesankan via gofood. Ternyata hanya dilihatin saja tanpa mau memakannya.
Saya langsung ingat, biasanya Si Sulung, mau makan buah pir dan apel kalau sedang sakit. Sayangnya, hari itu sedang tidak punya buah sama sekali. Uang tinggal 400 ribu yang sedianya buat makan sampai tanggal 10 bulan berikutnya. Namun, demi anak, dan karena memang tidak ada yang bisa dimintai tolong belikan buah, akhirnya saya putuskan untuk membeli buah via go food lagi. Dari pada anak tidak makan. Sebutir apel, sebutir pir, dan sebutir nanas. Alhamdulillah anak-anak mau makan nanas dan pirnya, terutama si sulung. Sementara si bungsu masih nenen, jadi makan sedikit buah tidak masalah. Saya dan Ayahnya masih ada lauk sisa pagi.
Keesokan harinya, saya mulai bingung lagi, kami mau makan apa. Tetangga tidak ada yang tahu kami sedang ambruk semua. Saya mencoba melobi suami untuk menghubungi tetangga yang bisa masak, maksud saya, untuk meminta bantuan dimasakin lauk dan menggantinya dengan uang, toh dia juga sering bikin sayuran matang buat dititipkan di warung jajan kakaknya. Minimal selama kami belum bisa belanja dan mengolah makanan sendiri. Namun suami menolak, dengan alasan khawatir warga bakal heboh. Akhirnya jam 10 pagi baru bertemu sarapan, itu karena ada penjual bakso lewat depan rumah.
Namanya orang sakit, nelan bakso pun rasanya sangat susah. Tetapi saya ingat, "harus makan" jadi saya paksakan sesendok nasi harua masuk ke perut. Setelah itu kembali kelaparan karena baru bertemu makanan lagi jam 19:30an, pesan via gofood lagi.
Bantuan Berdatangan
Di hari ketiga suami memaksakan diri untuk bangkit, membeli sambal terasi dan terong goreng di warung terdekat (warung kelontong, tetapi kadang ada makanan matang - tidak selalu ada). Sesendok nasi terus saya paksakan untuk masuk ke perut, tetapi karena tidak ada asupan lain, tubuh saya bukannya semakin membaik, yang ada semakin sesak, lemas, dan kepala saaakiit sekali. Dipakai untuk bicara pun sulit sekali. Pandangan mata terasa kabur. Begitu juga hari ke tiga dan empat, ditambah dua anak yang rewel setiap malam. Tidak ada yang mau dengan ayahnya. Semua mintanya Bunda. Alhasil tubuh saya terasa semakin lungkrah.
Suami juga menolak ketika saya meminta menghubungi satgas, seperti saran teman-teman. Namun lagi-lqgi tidak ada tanggapan. Akhirnya, di sebuah grup khusus yang isinya hanya 21 emaks, saya mengeluh, "Saya udah gak kuat rasanya, saya butuh bantuan ini,"
Kepada suami saya berpesan, jika saya ditakdirkan berpulang saat itu, saya memintanya tidak menikah dulu sebelum anak-anak bisa menjaga diri mereka sendiri. Maraknya berita orang tua tiri yang menyiksa hingga tewas anak-anak tiri membuat saya sangat ketakutan akan hal itu.
Di akun sosial media, terutama facebook, saya juga meminta maaf kepada teman-teman dunia maya saya. Seiring jeritan hati kepada-Nya agar selembar nyawa ini jangan dicabut dulu. Anak-anak kami masih membutuhkanku.
Setelah itu saya tidak melihat-lihat ponsel lagi. Karena kepala semakin terasa sakit jika sering menatap layar ponsel.
Peran PKS dan Komunitas SALIMAH
Keesokan harinya, sekitar jam 11an, saya baru melihat-lihat handphone saya lagi. Ternyata sudah banyak sekali chat yang masuk di WhatsApp saya. Di antara mereka adalah dari Komunitas Salimah dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Bahkan sehari kemudian, ada salah satu dokter dari PKS yang terus mendampingi kami hingga kami menjalani masa pemulihan. Masya Allah terharu.
Tidak lama kemudian, ada babang ojek online yang datang, mengirimkan paket sembako, nasi Padang, dan juga obat-obatan herbal dan masker. Alhamdulillah kami ada makanan matang, meskipun lagi-lagi hanya bisa menelan sesendok saja dengan sangat dipaksakan.
Saya juga merasa sangat terbantu dengan herbal yang dimasukkan ke hidung di kala sesak datang menyerang.
Peran Dompet Dhuafa Jawa Timur Dan Bulan Sabit Merah
Malam kemudian beberapa teman Alumni FLP Hong Kong juga menghubungi, menanyakan apa yang saya butuhkan.
"Kami butuh makanan siap santap, karena tidak ada yang bisa belanja dan memasak saat ini. Jangan kirimi saya sembako, karena memang tidak ada yang mengolah," kata saya tanpa malu. Gimana lagi, benar-benar sedang butuh bantuan kenapa harus jaim kan? *Wakakakak.
Uang kami juga habis.
Tidak lama kemudian, yang datang justru orang dari Dompet Dhuafa Jawa Timur, Mbak Rini Karistijani, dengan satu box besar sembako, makanan siap santap, buah-buahan dan obat-obatan. Kelak, berkat bantuan dari Mbak Rini juga, pada 03 Juli 2021, kami sekeluarga diboyong pihak kelurahan untuk test swab di kecamatan Benowo, diantar oleh Pak RW setempat. Setelah itu diantar ke rumah sakit, dan menjalani pengobatan. Alhamdulillah.
Keesokannya, ada notifikasi masuk di whatsapp saya. Dari Grab, saya merasa aneh, karena tidak ada info apa-apa mengenainya.
Namun kemudian pesan susulan masuk, dari nomor yang berbeda. Mengabarkan bahwa Bulan Sabit Merah sedang mengirimkan obat-obatan untuk kami. Masya Allah.
Bantuan Dari Teman Alumni Pekerja Migran
Setelah itu, bantuan berupa makanan instan, buah, snack, obat-obatan, ramuan herbal, dan lain-lainnya juga berdatangan dari teman-teman Alumni Pekerja Migran Hong Kong, ada yang dari Ponorogo, dan Madiun. Juga dari salah seorang kenalan kami yang asli orang Jepang. Masya Allah, terharu sekali rasanya. Betapa banyak orang-orang yang menyayangi kami, padahal saya jarang sekali, bahkan tidak pernah menyapa mereka. Sehatkan dan bahagiakan mereka semua beserta anak keturunannya ya, Rabb.
Bantuan Teman-Teman Penulis
Selain bantuan dari pihak di atas, saya juga peroleh dukungan semangat dan doa dari teman penulis dan lainnya. Mak Inna Citobiy, Teh Pipiet Senja. Thanks to Mbak Nuhayati teman penulis di KBM APP, atas kiriman kapsul herbal Arabnya, Qusthul Hindi.
Thanks to Nayla yang mengirimi Sari Kurma Batrisyanya.
Mas Irvan Aqila dengan Madu Kemarinnya
Dan juga teman-teman lainnya, Shiho Sawai Chan, Mbak Dyah Pramesywarie, Mbak Dewi Adicara, Mbak Mega Vristian, Mbak Ilma, Mbak Wina, Jaladara, Mbak Avizena Zen, Toko Nabila. Dan semua teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu di sini. Semoga Allah limpahkan karunianya kepada kalian semua.
Upaya Kami Untuk Sembuh
Di antara kami semua, yang paling parah sakitnya adalah saya. Ketika suami dan anak-anak sudah bisa makan dengan normal, bisa berdiri dan bermain, saya masih setia dengan kasur. Selama 18 hari saya tidak bisa berbuat banyak. Sakit kepala, gemetar, dan sesak sangat bandel menempel pada diri saya.
Berbagai upaya yang dikatakan orang semua saya jalankan demi kesembuhan.
Minum minyak kayu putih.
Uap-uap
Minum herbal
Mpon-mpon
Wedhang jahe
Berjemur
Memaksakan diri makan dan minum
Konsumsi obat-obatan
Oles-oles minyak dan freshcare
Dan sebagainya. Apa yang dikatakan orang dan video yang masuk, semua saya praktekkan demi sembuh.
Tetapi, begitulah takdir kami. Saya harus menjalani sakit oleh COVID-19 itu dengan waktu yang lebih lama.
Karantina di Asrama Haji Surabaya
Tanggal 13 Juli 2021, suami menerima kabar, bahwa, kami berlima positif COVID-19. Dan harus mau dikarantina di Asrama Haji Surabaya. Kecuali jika mau membayar test swab terbaru dengan hasil negatif.
Wah, kami berlima, jika perorang harus keluar biaya Rp. 800.000 untuk swab, berapa totalnya? Uang dari mana? Sedangkan kami tidak ada yang bekerja. Saya juga tidak bisa mengambil job selama sakit. Akhirnya pada 14 Juli 2021 kami semua berangkat ke Hotel Asrama Haji - Surabaya, dengan diantar menggunakan mobil Pak RW lagi.
Awalnya, karantina merupakan hal yang paling saya takutkan selama pandemi covid-19 ini. Bayangan saya tentang karantina covid adalah hal-hal yang mengerikan. Aku pasti akan dinyatakan mati jika sampai dikarantina, begitu saya berpikir.
Namun, hati saya sedikit tenang, ketika Bu Dewi (seorang dokter dari PKS) yang selalu memantau kondisi kami, terus menyemangati dan menenangkan. Begitu juga Mbak Rini, dan teman-teman Alumni Migran Hong Kong.
Apalagi saya tidak sendiri. Ada suami, ibu mertua dan anak-anak bersamaku. Di asrama, kami berlima tinggal di satu kamar.
Ternyata karantina tak semengerikan bayangan saya selama ini. Di sana kami hanya istirahat, tiduran, ikut senam, berjemur, menjalani test kesehatan. Sementara untuk konsumsi, semua telah disediakan. Makanannya pun lumayan enak-enak.
Tanggal 16 sore, kami menjalani test swab lagi. 17 malam kami dikabari hasilnya sudah negatif semua. Lalu diberi surat, pernyataan bahwa kami sudah negatif dari Covid-19, dan diijinkan pulang ke rumah. Dengan catatan, tetap isoman selama tiga hari lagi.
Tanggal 21 Juli 2021, bertepatan dwngan hari Iesul Adha 2021, kami sudah bebas beraktivitas lagi. Kami sudah diperbolehkan keluar rumah lagi. Kami sudah sehat semua. Alhamdulillah.
Begitulah singkat cerita pengalaman kami terkena positif COVID-19 pada 25 Juni - 20 Juli 2021.
Terima kasih kepada semua yang terlibat dalam kesehatan kami. Semoga kalian dan keluarga sehat semua ya.
Jaga diri, jaga kesehatan. Tetap patuhi protokol kesehatan.
Salam dari Penyintas Covid-19 Surabaya!
Memang covid second wave ini mengerikan ya Mba
ReplyDeleteBanyak berita "inna lillahi" yg beredar di socmed, di grup WA, di toa masjid, dll.
Semogaaaa kita semua senantiasa sehat ya
dan pandemi segera berakhir
Banyak orang takut dikarantina karena bayangin yang seram-seram ya, sampai jadi bohong tetap di rumah gak mau didata kalau kena Covid, padahal harus didata. Kasus adekku juga tuh gak mau didata karena takut dikarantina
ReplyDeleteWah, kisah nyata yang dialami sembuh dari corona ini menjadi kenangan tak terlupakan ya mbak. Alhamdulillaah banyak bala bantuan yang menjadi penyemangat kesembuhan. Komunitas Salimah, PKS dan sebagainya turut membantu mbak sekeluarga. Semoga sehat2 terus kini dan nanti aamiin.
ReplyDeleteMbak lain kali berkabar, jangan punya pikiran nanti gimana..gengsi dan lainnya. Syukur gapapa dan segera dapat bantuan Masya Allah. Saya saja yang ibaratnya bisa pesan-pesan, langsung pengumuman di sosmed dan keluarga besar. Biar mereka tahu dan ikut mendoakan kesembuhan dan yang utama menyemangati. Karena saat covid beneran kita ambruk baik fisik maupun mental
ReplyDeleteAlhamdulillah semoga kini dan seterusnya sehat selalu ya Mbak
Pengalaman yang tak terlupakan, dengan ditulis di sini jadi rekam jejak, bagian dari sejarah dunia. Alhamdulillah Mbak Ida dan keluarga sudah sehat semua. Saya merasa terharu dengan banyaknya bantuan yang mengalir ke Mbak Ida. Bantuan yang manis sekali di tengah perjuangan yang sempat pesimis, karena sempat merasa akan pendek umur, ditandai dengan meminta suami untuk tidak menikah bila mbak Ida tiada karena covid. Semoga kini makin sehat semuanya, panjang umur, dan bahagia ya mbak.
ReplyDeleteTernyata waktu kita kena ini bersamaan ya. Bedanya kalau putra saya Fahmi dia sama sekali tidak kena. Padahal dia dan ayahnya selalu bersama saya.
ReplyDeletePengalaman ini bener bener bikin kita banyak ilmu ya
yaa Allaaah kena juga ya mbak. semoga ga kena serangan lagi yaaaa
ReplyDeleteimun emang kudu dinaikkan secepatnya setelah covid
Huhuhu maafkan ku gemes ma suaminya mbak, padahal Covid bukan aib, knp khawatir bikin heboh. Alhamdulillah mbak Ida berkabar ke teman2 dan teman2nya baik banget yaa sampai akhirnya bisa kontak bala bantuan. Memang ada kalanya perempuan bertindak lbh cepat dan rasional kalau soal kesehatan keluarga ya mbak, apalagi keinget anak2 msh kecil. Semoga selanjutnya selalu sehat ya sekeluarga aamiin.
ReplyDeleteTanggal 13 Juli 2021, suami menerima kabar, bahwa, kami berlima positif COVID-19. Dan harus mau dikarantina di Asrama Haji Surabaya. Kecuali jika mau membayar test swab terbaru dengan hasil negatif. => Saya agak kurang paham bagian ini, Mbak.
ReplyDeleteMaksudnya kalau bersedia membayar tes, hasilnya pasti negatif meskipun sebetulnya masih positif?
Alhamdulillah sekarang udah sembuh ya, Mbak. Semoga sehat terus untuk semuanya. Semoga pandemi juga lekas berlalu. Aamiin Allahumma aamiin
Kak Idaa..
ReplyDeleteAlhamdulillah.
Sebenarnya dengan kita melaporkan ada banyak yang bisa membantu ya..
Tulisan kak Ida sangat bermanfaat. Semoga ada yang terbantu dengan informasi yang kak Ida tulis ini. Ketika sakit dan bener-bener bingung karena gak kuat ngapa-ngapain, tapi ada bantuan yang datang sesuai dengan kebutuhan.
Barakallahu fiikum.
Sehat-sehat selalu untuk kak Ida dan keluarga.
Iya mbak dari cerita teman2 yg psotif juga mereka kesulitan untuk masak jadi seringnya gofood gitu, tapi lama-lama kan boros juga ya.
ReplyDeleteAlhamdulilah ada bantuan ya mbak dari mana-mana akhirnya. Sehat-sehat ya mbak sekarang
aku da baca part 1 nya mbak
ReplyDeletealhamdulillah ya mbak klo sudah sembuh
ini adalah pengalaman yang berharga ya mbak
tetap semangat buat para penyitas covid
MasyaAllah mbak Ida. Alhamdulillah sekarang sudah pulih kembali yaa. Baca ceritanya terharu banget mbak. Alhamdulillah bantuan banyak berdatangan yaa. Bisa isoman sekeluarga dengan nyaman. Semoga setelah ini sehat selalu ya dan tidak ada long covid. aamiinn.
ReplyDeletealhamdulillah yah mak dibantuin ama PKS, waktu sakit, saya juga di chat ama kader PKS dan dibantuin informasi mengenai perawatan dll, diberi semangat juga. mantap deh mereka
ReplyDeletehuhuhu mbaaa
ReplyDeletesemoga selalu sehat2
berasa banget positif covid sekeluarga
aku pun ngalaminnya huhuhu
untung ada karantina gini jadi diperhatikan mba
aku disini pas waktu itu pontang panting ngerawat masak dll tapi dah lewat untungnya
sehat2 mbakk sekeluarga
Saya ngalamin juga nih mba.
ReplyDeleteAllhamdulilah ya mba bantuan datang dan sangat meringankan. Saya juga hampir sebulan tuh, sehat sehat sekarang ya mba. Semoga sehat selalu juga semuanya. Aamiin
Untung saja akhirnya banyak yang membantu ya mbak. Nggak kebayang deh ngalamin sakit sekeluarga gitu. Sehat2 terus Mbak Ida...
ReplyDeleteSemoga Allah senantiasa melindungi kita semua ya mba. Baru banget tadi siang dengerin cerita temen pasca covid mba, ternyata beda-beda ya mba dampaknya.
ReplyDeleteMasya Allah senang mendengar bantuan saling berdatangan. Semoga lekas pulih Mbak Ida sekeluarga. Maaf jika kami alpa tidak mengetahui keadaan Mbak yang sedang diterpa cobaan di sana.
ReplyDeleteYa allah mbak aku baru tahu keadaan covid mba ida sampai selemas itu. Kalau laki+laki-laki memang cenderung ga enakan ya karena ga mau merepotkan orang lain. Padahal sudah jelas jika ada gejala covid harus lapor satgas untuk diawasi dan tentu saja agar dpt bantuan terutama soal makanan. Jadi jangan malu, jangan sungkan
ReplyDeleteIkut senang ada bantuan dari saudara yang lain, semoga Mbk Ida sekeluarga lekas pulih ya
ReplyDeletePandemi ini juga mengajarkan kita untuk tetap berkomunikasi dengan orang luar ya kak..bahwa kita gak bisa menyelesaikan segala sesuatunya hanya dengan tangan kita sendiri. Bagaimana pun kita butuh bantuan orang..Alhamdulillah bantuan datang di saat yang tepat.. Semoga kita semua sehat selalu..
ReplyDeleteYa Allah sedih bacanya mbak, memang sebaiknya kalau sakit covid lapor ke RT jadi dibantu warga, kami di sini ada program Jaga Tonggo jadi tiap hari kirim makanan ke tetangga yang sakit.. Alhamdulillah sudah sehat semuanya..
ReplyDeleteMasya Allah....
ReplyDeleteDuh aku sedih bacanya, apalagi pas mba berpesan ke suami :( semoga kita semua diberi kesehatan ya mba...
ReplyDeletealhamdulilah sudah membaik ya mba
ReplyDeleteaku dulu isoman sebulanan mbak
segala macam obat, konsumsi makanan sehat aku makan semua, demi kesehatan