Bicara tentang makanan dari hutan, rasanya mampu melambungkan anganku untuk terbang kembali ke masa lampau ketika masih kanak-kanak dulu. Di sebuah kampung yang masih sangat primitif, dengan segala keterbatasan ekonomi, masyarakat yang saat itu memiliki kebebasan menembus hutan, menjadikan hutan sebagai alternatif peroleh makanan untuk menyambung hidup. Hutan adalah sumber pangan kedua setelah lahan untuk bercocok tanam.
Saat itu, babi, celeng, kijang, kancil, menjangan, ular, ayam, monyet masih berkeliaran, kami merasa semua itu biasa, dan tidak menakutkan. Harimau juga ada, tetapi tidak mengganggu, karena kami juga tidak mengganggu mereka. Kalau pun ada yang berburu binatang, mereka hanya mengambil secukupnya, peroleh satu binatang, sudah pulang, kemudian hasil buruan dibagi rata dengan beberapa warga yang ikut berburu. Itu pun tidak pasti sebulan sekali.
Selain daging binatang buruan, makanan dari hutan lainnya adalah madu dan buah-buahan. Dari hutan kami bisa memetik bermacam-macam buah yang tumbuh liar, seperti; sentiet, cimplukan, manggis, cempedak, durian, rukem, salak, langsep, biji rotan, kemang, jambu monyet, dan lain-lain.
Ada juga lalapan, seperti jengkol dan petai China. Sayuran seperti daun pakis, rebung, bunga harendong, bunga sentiet, bunga dadap laut, daun mengkudu, jamur, dan baanyak lagi. Begitu juga bahan dasar untuk minuman, seperti rosela, temulawak dan lain-lain. Sungguh kekayaan alam tidak akan pernah bisa dihitung jika manusia tidak merusaknya.
Umbi-umbian Solusi Musim Peceklik Dari Hutan
Suatu masa, Lampung mengalami kemarau yang sangat panjang. Tanaman di ladang maupun kebun tidak tumbuh dengan sempurna. Alhasil, panen sangat jauh dari harapan. Kerugian dialami semua petani. Kami mengalami peceklik besar-besaran. Bersyukur, hutan yang masih belum tersentuh oleh tangan-tangan nakal manusia memberikan solusi yang luar biasa. Gadung, uwi dan suwek, menjadi bahan makanan selingan singkong dan beras selama berbulan-bulan. Setiap hari Mamak dan Bapak pergi ke hutan untuk mencari Umbi-umbian tersebut. Dan mengolahnya menjadi makanan yang nikmat.
Gadung Camilan Selingan Dikala Santai
Gadung merupakan jenis umbi yang sangat beracun. Jika pengolahannya tidak tepat, konsumsi gadung dapat mengakibatkan pusing, mual dan muntah. Karena itu gadung tidak bisa sembarangan dimakan. Pengolahan gadung pun lumayan memakan waktu. Dari pengupasan kulit, hingga bisa dikonsumsi bisa memakan waktu 3 - 4 hari, karena pengolahan gadung memerlukan fermentasi lebih dulu.
Setelah fermentasi selesai, gadung bisa dibersihkan lalu dikukus, taburi dengan kelapa parut yang sudah dicampur garam, sangat enak buat camilan sore atau buat sarapan. Sementara bila diiris tipis tipis, dijemur hingga kering, gadung bisa menjadi kerupuk yang lezat untuk camilan di kala santai.
Uwi Kukus Penunda Lapar
Bagi kamu yang belum tau apa itu uwi, uwi adalah tumbuhan yang masih satu jenis dengan umbi-umbian. Pohonnya menjalar seperti pohon gadung. Tetapi, berbeda dengan gadung yang agak repot pengolahannya, mengolah uwi jauh lebih gampang. Cukup dikupas, kukus, bisa langsung dimakan. Itu sudah sangat enak. Jika ingin lebih mantap, bisa dicocol dengan sambal, atau ditabur dengan kelapa parut yang sudah dicampur dengan garam. Sayangnya, menurut saya, uwi ini kenyangnya tidak bertahan lama di perut. Jadi ianya hanya cocok sebagai selingan di antara jam makan besar.
Suweg Santapan Lezat Dan Mengenyangkan
Selain gadung dan uwi, ada satu lagi pangan dari hutan. Yaitu suweg. Dikala musim kering rasa suweg sangat enak, dagingnya pulen sedikit lengket seperti ketan. Umbi satu ini menjadi menu favorit saya dibanding kedua umbi di atas, karena selain rasanya yang gurih, suweg bisa membuat perut tidak mudah lapar.
Dulu sebelum perkembangan teknologi bertumbuh seperti sekarang konsumsi dari hutan yang kami nikmati hanya sekadar sebagai solusi dari kelaparan. Bagi kami, tidak penting apa kandungan yang ada di dalamnya. Yang terpenting adalah kenyang dan kami selamat.
Bertahun kemudian teknologi mulai membanjiri kampung-kampung, arus informasi begitu cepat menyulap masyarakat yang dulunya sangat tertinggal, menjadi semakin terbuka dan lebih cerdas. Pengetahuan pun meningkat, sehingga masyarakat lebih memahami betapa tumbuhan yang sering ditemui di sekitar, sangat kaya akan manfaat.
Suweg Dengan Segala Manfaatnya
Suweg, atau yang memiliki nama lain Amorphophallus paeoniifolius, dan masih satu keluarga dengan bunga bangkai raksasa ini, sangat kaya manfaat. Misalnya, bisa dijadikan sebagai bahan mie, tahu, konyaku, lem, roti, bahkan hingga kosmetik. Wow.
Selain sebagai bahan pangan, suweg juga bagus untuk kesehatan tubuh, di antaranya:
- Memenuhi kebutuhan stamina
- Memenuhi kebutuhan zat besi agar tidak lemas
- Memelihara dan menjaga tulang dan gigi agar tidak mudah keropos
- Menjaga daya tahan tubuh terhadap serangan radikal bebas dan penyakit.
Sementara untuk pengobatan luar bisa digunakan sebagai:
- Penyembuhan luka
- Menghentikan pendarahan pada luka
- Mempercepat penuaan bisul dan berbagai penyakit kulit
- Sebagai anti racun bila tersengat hewan atau digigit ular berbisa.
- Mencegah peradangan atau pembengkakan
Dan masih banyak manfaat lainnya. Konon katanya, suweg juga bisa menjadi obat kanker.
Hutan Dulu Dan Kini
Sebagai orang yang tumbuh di lingkungan berhutan, rasanya hati ini selalu merasa tercabik ketika menyaksikan berita lenyapnya sebuah hutan akibat keteledoran manusia. Kebakaran hutan, longsor, banjir. Semua menjadi tragedi untuk negeri, khususnya hutan Indonesia yang terus kehilangan bagian tubuhnya.
Jaman kecil saya, hutan bisa dijadikan sebagai sumber pangan yang sehat. Kini hutan telah memberikan warna yang berbeda. Gundul di mana-mana. Saya mengkhawatirkan, anak-anak masa depan tidak lagi kebagian bagaimana serunya berburu kedamaian di hutan, menikmati hembusan angin yang segar. Ah, rasanya semua itu akan terus menjadi sesuatu yang dirindukan. Walaupun, mungkin anak-anak masa depan lebih nyaman bermain dengan gadgetnya ketimbang menikmati kebesaran Tuhan di hutan.
Beruntungnya masih banyak masyarakat yang peduli. Di antaranya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Sebuah organisasi yang konsisten menangani permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Yang terus bergerak untuk mempertahankan keutuhan hutan di negeri kita tercinta.
sekarang lagi hits loh Porang ini. Ada pengemis yg jadi miliarder gara gara membudidayakan Porang alias suweg ini...
ReplyDeleteJaman dulu orang tua mengajarkan makan apa saja sekalipun yg beracun, tapi sehat sehat saja ya.
Wow... Ngejualnya di mana itu ya, Teh. Biar jadi milyarder juga 😁
DeleteOuww, iyaaa kapan hari aku baca di Detik.com berita org yg budidaya suweg di Madiun mendadak jadi miliarder
DeleteWah, keren buanget yaaaa
Iya mba Ida coba deh baca beritanya. Ada bandar Porang kok yg bisa menerima hasil dengan jumlah cukup besar, diolah untuk bahan kecantikan katanya.
DeleteWah...mantul ya.
DeleteWuih keren. Baru tahu deh. Nyari beritanya ah. Penasaran dengan gimana dia bisnis suweg ini.
DeleteSenang banget tinggal di Indonesia sebenarnya ya mba. Kita harusnya gak usah takut krisis pangan. Wong umbi-umbiannya aja banyaknya bukan kepalang. Hahaha
ReplyDeleteBetul sekali. Tinggal masuk hutan beres pangan.
DeleteKalo lihat faktanya begini, ujung-ujungnya pengen tinggal di desa. Tapi alangkah lebih bahagianya, tinggal di desa tapi gajinya kayak di kota. Hahaha. Tapi banyak loh contoh kelompok-kelompok masyarakat, misalnya UKM yang berdaya karena hasil hutan. Intinya adalah edukasi, pendampingan cukup, dan kreativitas.
DeleteIya Mbak, masyarakat belum faham soalnya. Di Lampung juga belum ada yang tau kalo suweg ini laku.
DeleteYa ampuunnn, tanaman ini di makan? Masha Allah, saya dong baru tahu, ini mah dulu banyak banget dekat rumah ortu saya, dan nggak ada sama sekali yang mau makan umbinya, ternyata malah enak ya.
ReplyDeleteEh sumpah ya, gara-gara tulisan mengenai hasil hutan ini, saya jadi tahu banyak banget sebenarnya ya makanan yang bisa kita manfaatkan dari hutan, dan sewajarnyalah hutan kita lestarikan :)
Nah kaaan. Itu semua makanan Cyiiin. Enak
DeleteJustru saya dulu geli liat batangnya kek ular hahaha.
DeleteApalagi yang subur gendut-gendut gitu, sumpah bikin geli :D
Kayaknya setelah baca-baca banyak artikel tentang makanan dari hutan, besok-besok kalau saya mudik, bakalan berburu tanaman yang dimaksud deh dan diolah :)
Hayuuk nyobain.
Deletewahh hutan sudah menjadi sumber pangan sejak dahulu kala ya... semoga butan selalu lestari.. agar sumber pangan juga lestari...
ReplyDeleteAamiin. Iya Mbak.
DeleteAku pernah makan suweg dong. Oleh-oleh dari tetangga yang baru pulang kampung, trus ibuku yang masakin.
ReplyDeleteOya, aku sendiri penerap paham "makan nggak harus nasi" 😄.
Sama donk kitah. Saya mah apa aja dimakan, yang penting kenyang dan thayyib
DeleteDan yang paling penting: halal 😊
DeleteSetujuuu
Deletesaya belum pernah makan suweg. kalau gadung mah udah sering makan keripiknya. dibikinin tetangga, belum bs olah sendiri takut mendem
DeleteYang sudah pernah kumakan itu gadung, tapi itu juga sudah diolah, dikasih saudara yang di desa mengolah gadung. Suweg malah baru tahu.
ReplyDeleteBenar ya, anak zaman sekarang tau nggak ya makan enak dari kampung ini.
Kalo gadung emang udah sampek mana mana ya Mbak. Kebanyakan dalam bentuk krupuk kemasan
DeleteAku sering makan suweg ini pemberian dari kakaknya bapak (uwa). Direbus terus digaremin rasanya udah enak. Dulu kalau muncul bunga suka aku sebut bunga bangkai karena masih saudaraan ternyata ya. Pantes mirip. Tapi baru tahu kalau suweg banyak manfaat lainnya seperti untuk obat anti racun kalau digigit ular atau tersengat binatang lain :).
ReplyDeleteIya. Katanya sih bisa buat kanker juga.
DeleteKalo ingat jaman saya kecil
ReplyDeletemakanan apa aja bisa dimasak wkwkwk dan dimakan
sekarang lebih menyedihkan hutannya ya mba
Iya. Bahkan jamur jdi beracun sekarang ini.
DeleteMasyaAllah, ini bukti nyata bahwa hutan menyimpan sumber pangan yang begitu berlimpah. Aku baru tahu lho ada jenis umbi-umbian bernama suweg. Tadi aku perhatikan betul-betul, barangkali dari pohonnya aku bisa mengidentifikasi bahwa di tempatku ada tapi namanya lain. Ternyata, aku beneran nggak mengenali tanaman itu.
ReplyDeleteSungguh hutan kita begitu kaya ya, Mbak. Jangan sampai kerusakan yang terjadi saat ini terus berkelanjutan. Jangan anak cucu, kita pun sudah akan sengsara duluan kalau hutan semakin diabaikan.
Semoga Allah lindungi hutan Indonesia dan masyarakatnya.
DeleteKayaknya pernah dengar cerita suami ttg ubi hutan di kampungnya, macam gadung ini deh, mungkin gadung tapi kalau disini sebutnya kalope, daunnya katanya bisa dibuat jadi bahan layang-layang.
ReplyDeleteHutan kita memang kaya banget ya.
Wah mungkin juga beda nama Mbak.
DeleteSemua binatang di hutan adalah sebuah rantai makanan, karena begitulah ekosistem. Btw, mba Ida..suweg itu bagian umbi-umbian ya? mirip ubi sih kuliat hehe
ReplyDeleteIya mirip.
DeleteAku baru dengar loh soal suweg ini mbak. Mencoba membayangkan tapi memang tak terbayangkan, soalnya kalau umbi-umbian biasanya yang standar kaya ubi keladi, ubi kayu, ubi jalar. Atau bisa jadi suweg ini ga ada kali ya di Riau.. hmmmm
ReplyDeleteMirip bunga bangkai Mbak.
DeleteAku baru tahu dengan makana suwek ini loh mbak. Memang ya tidak salah jika hutan menjadi sumber pangan bagi kita terutama pada masa-masa panceklik.
ReplyDeleteBetul Mbak. Makanya harus dijaga
DeleteSemua umbi-umbian itu mengenyangkan ya mbak Indonesia kaya tapi pemanfaatan dan pelestariannya yang belum maksimal.
ReplyDeleteBetul Mbak. Ini suweg malah banyak yang belum tau.
DeleteAku tahu suweg tapi di Kediri namanya bukan ini..Dulu Ibuku suka ngukus ini ..aduh namanya apa ya kok jadi lupa. Dan sungguh hutan itu penuh dengan hasil pangan!
ReplyDeleteIles iles mungkin Mbak, keduanya mirip tapi beda.
DeleteBanyak sekali ragamnya ya.
DeleteBisa jadi namanya berbeda di daerah lain.
Ku baru tau nama suweg dari membaca blog ini, memang ya banyak sekali manfaatnya dan bisa diolah jadi bahan makanan juga
ReplyDeleteIya Mbak.
DeleteSuweg ini bahan baku shirataki ya
ReplyDeleteRice dan noodles nya sedang ngehit utk pelaku diet
Iya Mbak. Aku juga baru tau
DeleteHutan memang gudangnya sumber pangan.
ReplyDeleteSuweg ini juga sering saya konsumsi kala masih kecil. Kalau sekarang sudah susah nemunya, di kota nggak ada yang jualan
Daku sedang mengingat-ingat pernah makan suweg nggak ya, soalnya bentuknya seperti familiar 😁. Btw semoga kelestarian hutan terjaga dengan baik
ReplyDeleteWah.. saya baru tau ada umbi-umbian yang bernama Suweg, mbak. Apakah tekstur dan rasanya sama dengan talas? Saya lihat tumbuhannya juga unik ya mbak? Saya jadi penasaran mau coba suweg, tapi sepertinya di kota saya ini ga ada dan ga pernah menemukan tumbuhan ini..
ReplyDeleteHasil hutan indonesia itu emang kaya bgt ya mbak...
ReplyDeleteMakanya harus dijaga juga hutannya
Krn hutan itu sumber pangan kita
Sering denger Suweg dari almarhum bapak, dulu. Katanya iya, ini salah satu makanan yang sering disantap. Tapi aku sendiri belom pernah nyicip. Seringnya ganyong. Jadi penasaran deh kayak gimana rasanya.
ReplyDeleteMasih penasaran dengan suweg. Besok suka ada pasar kaget deket rumah. Biasanya petani dari gunung pada turun. Dan dagang makanan yang unik-unik. Nyari suweg aaah. Barangkali saja ada.
DeleteWah mbak didaerah sekitar ku banyak pohon suweg itu, dan kita malah mikirnya pohon makanan ular karena corak batangnya yang menyerupai ular dan ternyata ada kelezatan ya dari umbi pohon suweg itu, harus dikasih tauu nih orang yang berada di sekita rumah
ReplyDeleteSaya pernah ikut lomba membuat jajan nonberas. Bolu suweg justru jadi juara. Sayang bukan punya saya
ReplyDeletewaw aku baru tau suweg sih
ReplyDeletedan di daerahku gak ada pohon suweg
gak pernah melihat tanda-tanda pohon bermotif ular gituuu
Wah,ternyata banyak nama umbi-umbian yang baru saya tau. Saya taunya ubi sama singkong aja, hehe. Ternyata ada gadung,uwi,suweg.. Pengen nyoba deh..
ReplyDeleteAsik nih.. banyak bahan pangan yang berasal dari hutan ya.. semoga hutan lestari biar sumber pangan juga lestari..
ReplyDeleteGara-gara tulisan ini aku jadi browsing, buka jendela baru tentang suweg, because I have no clue at all!
ReplyDeleteTernyata sepupu sama bunga bangkai ya. ((( sepupu)))
Namun meski bau, manfaatnya, masya Allah, luar biasa!
Jadi, nambah lagi nih referensi, sebelumnya kecombrang, kini suweg :)
Belum pernah mbak nyobain makan suweg seperti apa rasanya. Itu nama latinnya Amorphopallus, jadi inget nama puspa langka yang banyak tumbuh di hutan Bengkulu
ReplyDeleteSaya baru tentang umbi suweg ini mbak. Bahasa indonesia-nya memang suweg ya soalnya kalau bahas umbi, di tiap daerah mungkin ada nama khususnya kayak talas kalau di daerah saya sebutnya keladi. Eh tapi kayaknya saya memang belum pernah liat dan mencicipi suweg ini jadi penasaran dengan rasanya apalagi khasiatnya juga banyak. Btw bersyukur ya Mbak kita dianugerahi hutan dengan isi yang melimpah ruah.
ReplyDeleteDari nama nama ini, sentiet, cimplukan, manggis, cempedak, durian, rukem, salak, langsep, biji rotan, kemang, jambu monyet
ReplyDeleteHanya durian, manggis dan jambu monyet yang saya pernah lihat dan makan
MAnfaatnya juga banyak banget ya, bisa jadi obat tuh yang pas banget.
ReplyDeleteSelain mengenyangkan ternyata juga bisa menyembuhkan dan menyehatkan, komplit deh :)
Aku baru tahu suweg ini. Mungkin di desaku ada tapi beda nama. Ternyata banyak hasil hutan yg bisa diolah jadi sumber makanan, alam kita sangat kaya
ReplyDeletemanfaatnya banyak juga yaaa
ReplyDeleteduh, jadi pengin coba.
Suweq bahasa lampung nya apa yaaa hehe
ReplyDeleteKayaknya sering liat pohonnya, ternyata kaya manfaat . Mantul kak
Waktu aku kerumah sepupu di daerah lampung.. Aku pernah cobain uwi.. Yg aku coba itu warnanya ungu, awalnya aku heran banget ko bisa warnanya ungu. Ternyata rasanya hampir sama kayak ubi/singkong.
ReplyDeleteEnakan yang warna putih ketimbang yang ungu kata saya mah..
DeleteAku baru tau ada umbi yang namanya suweg, dimedan kayanya gak ada deh. Aku jadi penasaran dan pengen makan suweg.
ReplyDeleteMasyaallah, Allah menitipkan sebegitu banyaknya sumber penghidupan di hutan raya ini. Masyaallah. ��������
ReplyDeleteDan Indonesia, I love you so much, my beautiful country!
Nikmat apalagi yang tak kita syukuri ya, Mba? Alhamdulillah ya Allah.
Hutan memang sumber penghidupan, semoga generasi kita dan penerus generasi bangsa ini, semakin mencintai hutan dan alam raya, dan menjaga nya agar lestari. ��
Btw, baru kali ini mendengar nama Suweg, Mba. Agak bingung awalnya, tapi dapat gambarannya dari image yang Mba sertakan.
��������
Klo di palembang adanya ubi ungu sama singkong doang. Baru pertama kali denger kata suweg sist. Love your article
ReplyDeleteWah jadi pengen coba juga aku tuh makan si suweg ini. Di jakarta kyknya blom ada deh 🤔
ReplyDeleteSuweg suweg ...
ReplyDeleteNamanya unik banget ya mba. Dan bersyukur kita tinggal di hutan yang kaya ya
Suweg baru tau nama umbi-umbian satu ini ternyata dia bagus untuk kesehatan tubuh yaa dan bisa dijadikan pengobatan juga pula
ReplyDeleteAku belum pernah nyobain suweg mbak baru tahu malah habis mampir ke blog ini di bali belum pernah nemu suweg soale
ReplyDeletejujur saya asing dengan nama makanan yang disebut di postingan ini, tapi saya jadi belajar banyak, ternyata banyak sumber makanan ya di alam :)
ReplyDeletesuweg itu semacam umbi-umbian ya ternyata, aku baru tau banget nih soal suweg ini, belum pernah cobain juga, jadi penasaran banget deh pengen cobain juga hehehe
ReplyDeleteAku baru tau klo suweg itu bisa dimakan. Bru denger dan penasaran pengen coba sendiri rasa nya kaya gimana hehehe
ReplyDeleteBaru pertama dengar kata suweg dan teruaya nggak hanya buat makanan tapi juga kosmetik ya
ReplyDeletedia bukan jenis umbi-umbian kah mba? mantep banget ya bisa buat bahan kosmetik segala
ReplyDeleteMakin penasaran pengen lihat langsung suweg itu kayak apah dan gimana rasanya 🙈
ReplyDeletebelom pernah nyobain suweg ini tapi kayaknya sering lihat pohonnya. sebagai makhluk yang makan karbo ga harus nasi, sepertinya aku bisa makan ini, jadi pengen nyoba kayak taals gitu ya mba
ReplyDeleteIlmu kaya begini harus banyak yang tahu, karena Indonesia kaya banget lho, gak akan ada yang kelaparan
ReplyDeleteKalau uwi dan gembili gitu aku pernah dengar mba, tapi kalau suweg baru tau ini. Ternyata ya kita punya banyak tanaman penuh manfaat untuk tubuh. Hutan sebagai sumber bahan pangan memang menyediakan banyak, kitanya aja yang kadang lalai untuk merawatnya, malah mengeksplor habis-habisan. Semoga makin banyak orang yang sadar lingkungan dan mulai mencintainya.
ReplyDeleteAku baru denger semua mbak nama makanannya. Ternyata di hutan banyak makanan yang bisa didapat ya? Selama ini tahunya cuma madu doang produk hasil hutan yang bisa dinikmati.
ReplyDeleteNamanya unik yaa...Suweg.
ReplyDeleteBahasa Jawa artinya lama, eh...itu suwe diink...hihii~
Tapi seriusan yaa...kayanya aku pernah makan tapi dengan nama lain mungkin yaa..
Aku baru dengar tentang suweg ini, mbak. Ngebayangin seru dan kreatifnya penduduk sekitar hutan ini dalam memanfaatkan hasil hutan untuk pangan sehari2 ya..
ReplyDeleteJadi ini sejenis umbi - umbian gitu ya mba, aku baru tau tentang suwegnya tapi cukup penasaran juga kalo bisa sampai jadi milyarder dengan usaha suweg ini
ReplyDeletePenasaran kaya apa ya rasanya suweg. Aku kebayangnya enak banget gitu hangat2 makan suweg ditaburi parutan kelapa sambil ditemani secangkir teh panas. Dulu waktu kuliah sempat ikutan WALHI ini. Yang budidaya suweg itu apakah produknya dipasarkan secara luas apa nggak ya? Kepingin nyobain deh.
ReplyDeleteSuweg itu termasuk dari jenis umbi-umbian ya mba. Tapi aku belum pernah makan nih, kalo gadung iya aku peernah makan hehe
ReplyDeleteKayaknya dulu aku udah pernah cobaain suweg ini mba, tapi kalo di aku namanya suwog deh
ReplyDeletetapi dikolak gitu disantanin. Enak. Semoga kita mampu menjaga hutan dengan baik ya mba
Saya baru tahu lho umbi jenis suweg itu. Seperti talas tapi pohonnya berkayu ya?
ReplyDelete