Hati kecil saya bertanya, "Saya sholat, apakah saya bahagia?" Ya saya bahagia, apalagi dengan kehadiran buah hati yang lama saya idam-idamkan. Terasa lebih lengkap sudah keluarga kecil saya.
Tetapi ada hal yang sangat mengganggu kenyamanan saya selama dua bulan terakhir. Ketakutan-ketakutan berlebihan yang saya alami. Sehingga membuat kebahagiaan saya terganggu. Dan sholat saya belum mampu mendamaikan hati.
Saya berusaha menahan diri untuk tidak menceritakan masalah saya tersebut ke orang lain. Itu karena saya tidak ingin mendapat cemoohan dan olok-olok. Biarlah orang melihat Ida Raihan adalah sosok yang kuat dan tangguh sebagaimana label sematannya sendiri untuk menghibur diri dari kelemahan sekaligus doa dan harapan. Muslimah Tangguh.
Saya juga tidak mau cerita ke suami, karena tidak ingin menangis lagi. Plus tidak ingin membuat suami yang telah capek sepulang kerja mencari nafkah untuk kami tambah terbebani dengan masalah saya. Sekali saya cerita ke teman yang dulu satu komunitas, tetapi saya justru ditertawakan. Ya, tentu saja, karena saya seperti anak kecil yang berimajinasi dengan alam hayal yang berlebihan, dibalut tontonan film anak-anak.
Sedih? IYA. Stress? SANGAT. Tetapi saya tidak tahu kenapa saya seperti ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa.
Ketika saya curhat ke Ustadz yang mengisi kajian semalam, beliau memberikan beberapa tipz dan amalan yang bisa saya lakukan. Tetapi, beliau juga menganjurkan saya untuk menemui psikiater dan Ustadz yang faham masalah psikis.
Ouw.. sudah separah itukah saya? Sedikit mengelak bahwa babyblues yang saya alami di awal melahirkan berlanjut ke Postpartum Depression.
Dari anjuran Ustadz tersebut, saya kembali merenung, betapa sholat saya belum mampu membahagiakan saya. Itu artinya saya masih belum sempurna dalam menjalankan ibadah yang wajib ini.
Bagaimana tidak? Ketakutan-ketakutan seperti
- Bagaimana jika tempat saya dan anak saya duduk sekarang tiba-tiba menjadi lobang misteri yang menelan saya dan bayi, terus kami sampai ke negeri alien? Akan seperti apa nasib kami?
- Bagaimana kalo ada gempa terus saya mati anak saya tidak? Siapa yang akan mengurus dia?
- Bagaimana kalo ada dinosaurus menginjak rumah saya terus anak saya keinjek?
- Bagaimana kalo di lemari dan kardus kardus di pojok kamar isinya ular dan menggigit anak saya? Bagaimana kalo ada ular jatuh dari atas dan memakan anak saya?
- Bagaimana jika ada perang terus saya terpisah dengan anak saya? Siapa yang akan mengurus anak saya?
Ugh...
Rasanya streeeesss sekali, karena setiap hari saya harus berperang dengan ketakutan-ketakutan yang tercetus begitu saja di benak saya itu. Yang sial nya, saya sulit sekali untuk menyingkirkannya. Haruskah ke Psikiater? Psikolog?
Saya tidak bisa bayangkan jika benar-benar harus menemui mereka. Karena itu artinya, label muslimah tangguh tidak akan pernah bisa saya dapatkan. Karena saya sangat rapuh.
Saya pun kembali merenung. Sadar, selama ini ibadah saya memang terlalu tergesa-gesa. Tilawah saya, mungkin hanya sampai di kerongkongan. Istigfar saya mungkin belum sungguh-sungguh. Sedangkan Allah telah menjanjikan:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’du: 28)
Ida Raihan
Jati Pilar, Jum'at, 20 Januari 2017 (08:45)
Dari lima kali melahirkan sekali pernah ngalamin..harus cepet diatasi kasian ke anaknya jg nanti he,,,asi jadi dikit anak jg kebawa galau deh ihiks
ReplyDeleteIya Mak. Anakku juga seperti gelisah terus, apa karena sebab ini ya? Kasihan ngeliatnya.
Delete